Lombok Barat NTB - Staf Khusus (Stafsus) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Bidang Koordinasi Jaringan LSM dan Analisis Dampak Lingkungan, Hanni Adiati, melaksanakan kunjungan ke Dusun Lebah Suren, Desa Sedau, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat (Lobar), NTB, Rabu (16/11/2022).
Kunjungan Stafsus ini dalam rangka kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) dan Penanaman Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Kawasan Hutan Lebah Suren, bersama warga desa setempat. Turut mendampingi Stafsus Menteri LHK, Kepala BPDAS Dodokan Moyosari serta Kepala DLHK NTB berserta rombongan.
Kedatangan Stafsus disambut hangat warga desa setempat beserta jajaran anggota Muspika Narmada. Dalam kesempatan tersebut, Kepala DLHK NTB, Julmansyah, menyampaikan sejumlah capaian Pemerintah Provinsi NTB, dalam program NTB Net Zero Emission 2025.
"Jadi program Zero Waste dari pemprov ini mendukung Net Zero Emision. Termasuk upaya penanaman yang dilakukan hari ini termasuk untuk mendukung Net Zero Emision. Baur energinya di atas rata-rata nasional yaitu 19 persen, " ujarnya.
Selain itu, NTB kini tengah mengupayakan program industrialisasi untuk program Hasil Hutan Bukan Kayu. Dalam rangka memaksimalkan produk perhutanan sosial, agar bisa diproduksi oleh masyarakat lokal. Di sisi lain, dirinya juga menyampaikan kendala yang terjadi di wilayah hutan Desa Sedau.
"Lokasi sedau masuk wilayah kerja KPH Rinjani Barat dan Tahura Nuraksa. Pengusulan izin perhutanan sosial kita masih banyak yang dipending, karena masih dalam proses kesesuaian fungsi Balai Tahura dan KPH Rinjani Barat, " bebernya.
"Insa Allah tahun ini kami akan clearkan segera agar dapat kami proses izin Perhutanan Sosial. Karena kita masih 80 ribu areal perhutanan sosial. Termasuk lokasi hari ini yang kita datangi, harus ada kepastian hukum, " jelasnya.
Menanggapi hal tersebut, Stafsus Hanni Adiati, mengatakan, berdasarkan data statistik Kementerian LHK, luas kawasan hutan di NTB ini, 1.051.000, hektare atau sekitar 21 persen. Untuk kestabilan luasan kawasan hutan yang menjaga ekosistem, variabel pertimbangannya tidak berdasarkan angka mutlak.
Banyak variabel yang perlu diperhatikan. Seperti pola curah hujan, kekuatan geologi dan geomorfologi serta landscape ekosistemnya. Jadi lebih pada karakter masing-masing daerah. Karenanya, jika ada permohonan Perhutanan Sosial, Pemprov NTB perlu mempertimbangkan beberapa variabel yang dimaksud, dengan keseimbangan ekosistem dan kebutuhan hidup masyarakat.
"Kalau mengurangi kawasan hutan atau merubah fungsi hutan, perlu dipertimbangkan lagi luas kawasan hutan yang tinggal 21 persen tadi, " imbuhnya.
Selain itu, Pemprov NTB diminta untuk memanfaatkan areal di luar kawasan hutan (APL), melalui pengusulan untuk penanam bibit pohon keras. Sebab, dengan luas kawasan hutan di NTB yang semakin berkurang, menurut Stafsus Hanni, perlu adanya upaya pemulihan yang dilakukan dengan komitmen bersama dan mengedepankan kearifan lokal.
"Kami mendorong pemulihan APL. Karena meskipun bukan kawasan hutan, tapi rentan menjadi lebih stabil, "cetusnya.
CAPAIAN TAHUN 2022
Dalam kesempatan tersebut, Stafsus Hanni menjelaskan, Program RHL yang dilaksanakan BPDAS Dodokan Moyosari, telah disusun rencana pemulihan hutan dengan melalui beberapa skema. Diantaranya di kawasan hutan lindung, melalui skema RHL intensif dan Agroforetry.
Kemudian Kebun Bibit Rakyat dan Kebun Bibit Desa, serta upaya Pemulihan Kawasan Pesisir melalui Rehabilitasi Hutan Mangroev. Dengan rincian rehabilitasi hutan seluas 1500 hektare, RHL Mangroev seluas 100 hektare, DAM Penahan sebanyak 71 unit, serta beberapa hal lainnya.
"Terima kasih kepada masyarakat yang senantiasa mendukung program KLHK di NTB. Kami selalu berusaha agar program KLHK terintegrasi dengan kebutuhan masyarakat NTB. Program rehabilitasi lahan kritis ini juga tidak akan berhasil, apabila tidak ada dukungan dari sejumlah pihak, " tutupnya.(Adb)