Tanpa Alat Bukti, PH: Tuntutan JPU Terhadap MH, Mengada-Ngada

    Tanpa Alat Bukti, PH: Tuntutan JPU Terhadap MH, Mengada-Ngada

    Mataram NTB - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kelas IIA Mataram, menggelar sidang dengan agenda pembacaan nota pembelaan (Pledoi) atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap terdakwa MH, Rabu (13/12) siang.

    MH diketahui menjabat sebagai kepala  desa di Kecamatan Kuripan, Kabupaten Lombok Barat. Ia didakwa di PN Mataram, atas kasus pengerusakan handphone merek OPPO A54, milik saksi korban yang tidak lain mantan staf desa inisial M. Dalam persidangan kali ini, Terdakwa MH didampingi para Penasehat Hukum (PH). Yaitu Adhar, S.H., M.H., Rohadi Wijaya, S.H., dan Muhammad Arif, S.H.

    Sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU), melayangkan tuntutan dengan Pasal 406 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terhadap Terdakwa MH. Rohadi Wijaya, S.H., pun menolak tuntutan JPU tersebut. Dalam pledoinya, Pria akrab disapa Miq Jaya ini menegaskan, dalam perkara ini, terdakwa sekedar memenuhi kapasitasnya sebagai subjek hukum secara Yuridis formil, telah terpenuhi. 

    Hal ini sebagaimana tertera identitas dalam surat dakwaan dan surat tuntutan jaksa penuntut umum. Tetapi untuk menentukan apakah dirinya secara yuridis materiil benar-benar sebagai pelaku, itu bergantung pada pembuktian unsur-unsur tindak pidana selanjutnya. Sebab, unsur 'barang siapa', tidak serta merta dapat berdiri sendiri.

    Seperti tuntutan JPU yang menyatakan terdakwa MH dengan sengaja dan melawan Hak, melakukan perbuatan menghancurkan, merusak, membuat tidak dapat dipakai atau Menghilangkan Barang Sesuatu. Berdasarkan fakta persidangan sebut Miq Jaya tidak ada saksi-saksi yang melihat terdakwa MH merusak handphone milik saksi korban. 

    "Tuntutan Jaksa tidak jelas dan mengada-ngada. Bagaimana tidak, perkara ini tidak memenuhi dua alat bukti yang sah, karena dalam proses pembuktian tidak cukup untuk menyatakan terdakwa bersalah, " singgungnya.

    Ia menilai, tuntutan JPU tidak masuk dalam kategori unsur dengan sengaja dan melawan hak. Selain itu, fakta persidangan membuktikan tidak ada barang bukti berupa handphone yang dirusak, berikut bukti-bukti lainnya. 

    Seperti surat otentik maupun surat di bawah tangan, atau hasil uji forensik yang mendukung tuduhan JPU. Sehingga tuntutan JPU sepihak, hanya berdasarkan keterangan Saksi korban. 

    Terlebih lagi, rentang waktu antara kejadian dan pelaporan berjarak 37 hari. Ini meninggalkan kesan, kasus yang menimpa terdakwa MH, sengaja dipaksa untuk dinaikan ke meja persidangan.

    "Setiap orang bisa berdalih. Tapi 

    kalau tidak ada bukti yang mendukung maka secara hukum gugur atau batal demi hukum. Pada prinsipnya dalam hukum pidana itu. Bukti-bukti harus terang daripada cahaya. In Criminalibus Probationes Debent Esse Luce Clarions, " tegasnya.

    "Alat bukti lain tidak ada yang mendukung keterangan Saksi korban itu, baik alat bukti Saksi maupun alat bukti lain. Dengan demikian kesaksian Saksi Korban berdiri sendiri. Ini jelas bertentangan dengan prinsip hukum yaitu satu saksi bukan di katakan saksi/Unnus Testis Nullus Testis, “ timpalnya.

    Sebaliknya lanjut Miq Jaya, berdasarkan Putusan perkara Nomor 61/Pid. C/2023/PN. Mtr, telah secara sah dan meyakinkan, menetapkan saksi korban sebagai tersangka, dalam tindak pidana penghinaan ringan terhadap terdakwa MH yang dalam kasus tersebut, sebagai korban.

    Dalam pertimbangan hakim perkara tersebut yang pada pokoknya menerangkan, Tanggal 6 Februari 2023 di ruang kantor desa ulasnya, telah terjadi keributan antara saksi korban yang saat itu, merupakan staf di Kantor Desa dan terdakwa MH selaku kepala desa.

    Saat itu, terdakwa mengeluarkan kata-kata tidak senonoh, disebabkan terdakwa MH menekankan soal pekerjaan kepada terdakwa. Sehingga jelas, peristiwa tersebut bukanlah masalah asmara, sebagaimana yang dituduhkan Saksi Korban, dalam perkara a quo. 

    Melainkan berkaitan dengan urusan pertanggugjawaban pekerjaan seorang staf terhadap kepala desa MH, selaku kepala desa. Berdasarkan uraian di atas, pihaknya mengajukan permohonan agar majelis hakim PN Mataram, dapat menyatakan terdakwa MH tidak terbukti secara sah, melakukan tindak pidana Pengerusakan, sebagaimana tuntutan JPU.

    Selanjutnya, membebaskan terdakwa MH dari segala dakwaan, atau melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum yang diajukan JPU, sekaligus menyatakan surat dakwaannya tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap, dan dibatalkan Demi Hukum. Pihaknya juga meminta agar PN Mataram dapat memulihkan harkat martabat dan nama baik terdakwa MH, membebankan biaya perkara kepada negara. (Red)

    ntb
    Syafruddin Adi

    Syafruddin Adi

    Artikel Sebelumnya

    Korem 162/WB Gelar Talkshow 2023, Literasi...

    Artikel Berikutnya

    Usai Ikuti Evaluasi Kinerja, Kakanwil Kemenkumham...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Nagari TV, TVnya Nagari!
    Mengenal Lebih Dekat Koperasi
    Imigrasi Mataram Sosialisasikan Layanan Pembuatan Paspor dan Cegah PMI Non Prosedural
    Tingkatkan Kesadaran Kamtibselcar Lantas Melalui Pendekatan Humanis
    Polres Lombok Utara bersama Dinas Pertanian Gelar pelatihan Pengolahan Pupuk Organik

    Ikuti Kami